5 Keuntungan Jadi Perempuan Minang

Ranah minang atau secara administatif kita menyebutnya Sumatera Barat tak henti-hentinya mengundang decak kagum dunia. Belum lekang diingatan bagaimana sepak terjang rendang selama 8 tahun berturut-turut menjadi makanan terlezat se dunia dalam world's 50 Most Delicious Foods versi CNN. Dimulai sejak tahun 2011 hingga tahun 2019 rendang sukses menguasai ranah kenikmatan  lidah dunia.


Belakangan muncul rasa takjub baru dari tanah bundo kanduangNagari Pariangan dinobatkan sebagai desa terindah se dunia versi majalah wisata internasional asal New York Budget Travel. Keren gak tuh. Sepertinya bukan orang minang saja nan bakal bangga. Indonesiapun layak menepuk dada.


Namun kali ini kita gak bakal bahas rendang maupun Nagari Pariangan sebagai desa terindah se dunia. Kali ini kita coba singkap sisi lain Ranah Minang dalam bentuk penghargaan tertingginya bagi perempuan. Ya tentu saja perempuan minang.

Pakaian adat minang disebut suntiang dan baju kuruang
ig tomtomotto

Suku Minang merupakan penganut  matrelineal terbesar di dunia. Dimana garis keturunan masyarakat di sana sejak dulu kala mengatur alur keturunan dari pihak ibu. Karenanya masyarakat minang sanggat menjunjung tinggi harkat dan martabat seorang perempuan sebagai penerus keturunan.


Adat istiadat minang memuliakan perempuan dengan batasan-batasan, cara bergaul hingga cara berpakaian. Perempuan bak harta tak tertandingi emas permata.


Kalian para ciwi-ciwi pasti bangga bila terlahir di ranah minang. Ranahnya keagungan bagi perempuan. Mau tau apa saja keuntungan menjadi perempuan minang? 


Let's Check This Out


5 Keuntungan Menjadi Perempuan Minang


1. Perempuan Di Ranah Minang Merupakan Bundo Kanduang Limpapeh Rumah Nan Gadang


Biar gak salah paham sini gue jelasin. Bundo kandung sudah jelas diartikan sebagai seorang ibu kandung atau ibu sejati. Sedangkan makna kata limpapeh rumah nan gadang adalah tiang penyangga suatu rumah. Pencetus keseimbangan, kunci penyelesaian semua permasalahan. Manager dalam sebuah keluarga atau biar keren kita sebut saja problem shooter.


Pai tampek batanyo, pulang tampek babarito (pergi tempat bertanya, pulang tempat berberita)

Perempuan merupakan pemersatu dan penyelaras segala perbedaan. Perempuan di titah jadi penjaga adat dan peradaban di ranah minang. Setiap perempuan adalah padusi. Ia lebih liat dan tangguh dari laki-laki. Secara alamiah dia harus melalui beberapa siklus yang perih, menyiksa, painful dan challenging yang tidak dilalui seorang laki-laki, yakni mensturasi, melahirkan, menyusui dan menopause.


Perempuan tidak didoktrin mengurusi sumur dapur kasur, mereka melakukan itu bukan paksaan namun keiklasan. Mungkin lantaran tingginya penghargaan adat bagi perempuan. Tak satupun perempuan minang lupa pada kodratnya sebagi ibu maupun seorang istri.


Adat minang menempatkan perempuan di aula paling tinggi nilai kehidupan. Adat yang sumbernya kitab alquran itu tak pernah lekang hingga kini meski sedikit tergerus.

 

Kerenkan perempuan minang, valid no debat.


2. Warisan Dan Harta Pusaka Dipegang Perempuan


Dalam masyarakat Minang ada istilah HTP atau Harato Pusako Tinggi (Harta Pusaka Tinggi). Harta ini dimiliki oleh keluarga dari pihak ibu. Perempuan diberikan hak prerogatif untuk mengelola, anak ataupun kemenakan (ponakan). Harta ini adalah harta yang diwarisi secara turun temurun dari beberapa generasi menurut garis keturunan ibu. Anggota kaum laki-lakipun bisa memanfaatkannya tanpa memilikinya. Harta ini tidak boleh dibagi atau dijual, hanya boleh dimanfaatkan secara bersama.


Jika perempuan merupakan hiasan terindah, maka itulah perempuan minang. Di Minang jangankan hiasan, harta benda, tanah, sawah, maupun warisan lainnya dikuasai dan dikelola perempuan. Jangan iri ya! 


3. Tidak Tinggal Di Rumah Mertua 


Banyak kisah, betapa tersiksanya perempuan saat masakan mertua lebih nikmat dari masakan sendiri. Atau kala suami tercinta pulang kantor, niat hati hendak menyuguhkan segelas kopi penuh cinta tapi sayang kalah cepat dari seduhan mertua. Banyak cerita pilu lainnya saat perempuan mesti berjuang mengalahkan cinta seorang ibu mertua.kasian ya!


Di tradisi Minang yang berpedoman ajaran matrilinear, perempuan bila telah sah dipersunting menjadi seorang istri tidak akan mengalami proses diboyong ke rumah mertua. Tapi malah sebaliknya. Laki-laki (suami) lah yang tinggal di rumah mertua.


Jadi perempuan akan terhindar dari konflik tak resmi sesama perempuan antara seorang istri dan mertua. Setidak-tidaknya perasaan mereka akan selalu terjaga. Penguasaan hati seorang suami dapat dimonopoli seutuhnya.


3. Perempuan Lebih Dilindungi Dari Laki-Laki

Perempuan sholehah
pexel.com

Sejak zaman dulu masyarakat Minang begitu melindungi kaum perempuan. Dari segi pakaian ada baju kurung penutup dan pelindung aurat perempuan. Ada rumah gadang tempat bernaungnya para bundo kanduang ranah tuo.


Di Minang, seorang ayah mesti jadi pelindung anak gadisnya. Seorang mamak (paman) wajib membimbing ponakan perempuannya. Seorang saudara laki-laki harus membela harga diri saudara perempuannya. Adat menyerukan itu. Kalian bisa bayangkan berapa nyaman dan amannya perempuan Padang. Karenanya hingga kini kasus perkosaan dan pelecehan terhadap perempuan sangat rendah di Sumatera Barat.


Coba bandingkan dengan laki-laki. Urang awak sejak dulu kala menggembleng laki-laki dengan cara radikal keras nan mendidik. Laki-laki hanya boleh menghuni rumah ketika mereka kanak-kanak. Setelah baliq berakal, laki-laki harus mengaji ke surau (musholla). Menuntut ilmu agama hingga beladiri di sana, bahkan tidur di surau. Rumah hanya bagi perempuan.


Anehnya laki-laki Minang tidak menganggap kebiasaan ini sebagai bentuk diskriminasi. Kenapa cuma perempuan yang punya hak atas harta dan rumah tempat tinggal? Tak usah tanya pada para uda-uda, mereka terlalu bangga menjaga perempuannya di singgasana kesucian.



4. Perempuan Minang Boleh Bersuara


Meski keputusan penting dalam muyawarah adat maupun yang lebih besar dipegang laki-laki, namun bundo kanduang dengan fungsi penyeimbangnya dapat menyuarakan kehendak ataupun saran nasehat. Tetapi pengaruh buruk orde baru ikut mengkerdilkan sisi kritis seorang bundo kanduang. 


Perempuan yang tadinya kritis terhadap penyelenggaraan pemerintahan nagari (desa) dikebiri fungsionalnya hingga hanya menjadi simbol hiasan upacara adat. Barangkali ada segelintir laki-laki orde baru merasa terancam dengan kritisnya bundo kanduang. Mereka takut feodalisme kalah banyak dari sepak terjang perempuan Minang.


5. Perempuan Tak Dilarang Jadi Pemikir Dan Perempuan Tangguh

Dalam masyarakat matrilinear Minang perempuan yang disematkan gelar bundo kanduang merupakan sumber jawab dari segala tanya kehidupan. Pai ka tampek batanyo pulang tampek babarito. Artinya sumbangsih berupa saran, pendapat dan nasehat boleh bersumber dari perempuan.


Tak salah bila sejak lama masyarakat Minang banyak melahirkan perempuan-perempuan pemikir nan tangguh kelas wahid di muka bumi. Kalian ingin tau? Let's check this out


Perempuan-Perempuan Tangguh Ranah Minang


1. Siti Mangopoh


Beliau adalah seorang pejuang perempuan asal Bukittinggi, yang lahir di daerah Mangopoh Agam tahun 1880. 


Beliau memimpin perjuangan melawan belanda dalam perang yang disebut perang belasting (pajak uang). Kala itu belanda menerapkan pajak belasting (pajak uang) yang bertentangan dengan adat Minangkabau. Siti Mangopoh merupakan perempuan tangguh yang berani maju melawan tirani kompeni.


2. Roehana Koeddoes


Lahir di nagari Koto Gadang Agam Tahun 1884, Roehana Koeddoes adalah perempuan Minang perkasa yang hidup satu zaman dengan wanita baja Indonesia lainnya R.A Kartini. Pada masa itu akses perempuan terhadap pendidikan terpartisi kaum adat dan bangsawan berbaju feodal. 


Baca juga : Perawan Disarang Diskriminasi Dan Feodalisme


Roehana Koeddoes memperjuangkan pendidikan bagi perempuan di masanya. Walau beliau sendiri tak pernah mengecap pendidikan formal. Beliau kemudian menjadi perempuan Minang pertama yang mendirikan sekolah khusus keterampilan bagi perempuan pada tanggal 11 Februari 1911. Keren badai perempuan satu ini.


3. Rahma El Yunusyyiah


Nama pesantren Diniyah Puteri tak bisa dilepaskan dari sosok Rahmah El Yunusiyyah, tokoh wanita kelahiran Padang Panjang 20 Desember 1900. 


Selain ilmu agama Rahmah juga pernah mengikuti kursus ilmu kebidanan di Rumah Sakit Umum Kayutanam.Baru pada usia 23 tahun dengan inisiatif serta dukungan dari kakaknya Rahmah El Yunusiyyah mendirikan sekolah khusus untuk perempuan yang diberi nama Al-Madrasatul Diniyyah atau yang kita kenal sekarang sebagai Pondok Pesantren Diniyyah Puteri.


Saking hebatnya Rahmah pernah diminta mengajar di sekolah kerajaan di Semenanjung Malaysia. Beberapa negara Timur Tengah seperti Arab Saudi, Kuwait, dan Mesir meminta siswa Diniyyah belajar di negara mereka. What a smart lady.


Gimana gak hebat dan beruntung jadi perempuan Minang. Disanjung, dilindungi, diberi hak kritis dan bersuara bahkan dihargai layaknya bundo kanduang. Hal-hal yang sudah semakin langka di dunia modern. Dimana perempuan banyak di eksploitasi, direndahkan, bahkan dilecehkan.


Kalian yang tidak hidup di bumi Minangkabau juga bisa beruntung, tangguh dan hebat jika Kalian tak alergi dengan syariat maupun petuah adat dan tradisi. Jangan sesekali jadi perempuan penghamba keduniawian. Jadilah seperti bundo kanduang, sumber jawab dari segala tanya kehidupan, kritis dan bersuara namun tetap tunduk pada kodrat pemberian tuhan.




M💕💕E💕💕S







Share this:

Komentar

Postingan populer dari blog ini

12 Rahasia Pria Yang Jarang Diketahui Wanita

Apa Itu Stashing Dalam Hubungan Kenali Tanda-Tandanya

Kejantanan Pria Dapat Diukur Dengan 5 Hal Ini