Gadis Atau Janda !
Pertanyaan maha sederhana dan cukup receh kata kaum milenial labil tak beriman. Se simpel menjawabnya begitulah recehnya pertanyaan tak bertuan ini.
Cukup dengan tersenyum additionalnya tawa seteguk dan manggut-manggut, dianggap telah mewakili sebagai sebuah jawaban. Jika tak percaya coba ajukan pada suami, teman atau saudara pria anda!.
Eksistensi pertanyaan ini sudah bergelora sejak lama, membahana di jagad semesta kaum pria. Bahkan mungkin sejak zaman baheula, pendahulu kita telah memberi secuil andil demi lestarinya. Mungkin sekedar pameo bisa jadi, atau bumbu penyedap tanpa rasa senda gurau kaum maskulin.
Gadis atau janda?Dua pilihan yang sama daya pikatnya di mata hingga sanubari para pria.
Namun, Bukan jawaban dari pertanyaan yang ingin kita gapai hingga hierarkinya, tapi makna terselubung dibalik tirai pertanyaan klasik yang bak tanpa dosa ini.
Pertanyaan yang tak bermakna banyak, segenap pria cukup umur seantero jagad punya kapasitas untuk menjawabnya.
Namun dibalik dinding akal sehat kita, mari sedikit luangkan logika dan empati mengurai makna tersirat dari sebuah pertanyaan, toh adanya kejujuran hati lahir dari sana.
Gadis atau janda?
Sebuah pertanyaan yang jika mesti jujur, merupakan perlambang dominasi pria atas kaum hawa. Kebebasan memilih adalah gambaran tidak semu akan sebuah kekuasaan diatas para pengabdi. Tongkat komando serasa piranti yang tak mesti hadir mendukungnya.
Gadis atau janda?
Barangkali adalah sebuah pertanyaan yang mengemuka atas dorongan sikap feodalistik tanpa syarat yang berurat berakar serabut dalam tatanan hegemoni hidup yang nyaris tipis dikehidupan tak adil di tiap jengkal penjuru pertiwi.
Gadis atau janda?
Pertanyaan yang tak menjunjung tinggi rasa keadilan bagi kaum hawa sesungguhnya. Menjadi objek dari sebuah pertanyaan menempatkan mereka jadi yang terpilih dan tak memiliki kuasa atas pertanyaan sama dengan subjek dan objek yang berbanding terbalik.
Bujang atau duda?
Seharusnya hadir jadi sebuah agresi pertanyaan sebagai bentuk penyeimbang pertanda kesetaraan.
Gadis atau janda?
Pertanyaan populer nyaris tanpa propaganda. Menambah deras arus sikap feodal dikalangan pria. Menikmatinya terus ada, adalah sebuah anak tangga tempat berpijak, agar terlihat dari sudut pandang terkecil sekalipun.
Gadis atau janda?
Sebuah pertanyaan yang tak pernah di somasi kaum hawa. Tak ada bukti nyata ataupun abstrak akan sebuah penolakan dominasi yang seharusnya tak sampai kesana. Cenderung pasif dan menerima apa adanya, begitulah sikap yang diambil. Barangkali ada yang tak rela namun suaranya nyaris tak terdengar dilibas lantunan musik cadas para lelaki.
Gadis atau janda?Layaknya bukanlah pilihan seperti memilih baju di toko pakaian.
Entah itu gadis ataupun seorang janda, mereka adalah insan mulia yang tak layak menyandang predikat sosial untuk algoritma sebuah pilihan. Mereka ada karena memang seharusnya begitu. Mereka bukanlah gadis yang siapa saja boleh memilihnya, mereka bukan juga janda yang tak memiliki hak suara untuk memilih tak terasing dikesendiriannya.
Meskipun sederhana, pertanyaan sarat gengsi bagi laki-laki ini tak pernah terkikis diterpa zaman yang berubah. Silih berganti generasi baru, musim ke musim terus ada.
Ya, karena sederhana makanya dia tetap ada disenda gurau kaum pria, yang tak sadar telah mengibarkan bendera nominasi yang seharusnya tak berkibar hingga ke arah sana.
Gadis atau janda?
Sebuah pertanyaan yang jadi dinding pemisah antara kasih sayang dan kekuasaan gender. Menuntunnya hingga terus bereksistensi abadi adalah pekerjaan sengaja atau tanpa sengaja kaum pria, mereka menikmatinya hingga tetes penghabisan obrolan nakal.
Gadis atau janda?
Pertanyaan dengan perimbangan tak setimpal bahkan bagi pendosa sekalipun.
Gadis atau janda?
Bentuk sebuah pertanyaan diskriminatif bagi kaum hawa. Meski banyak contoh besar lainnya yang lebih sarat akan nilai-nilai diskriminasi, namun setetes pertanyaan ini menjadi konsep sederhana akan perlakuan sosial tak sama dan setara.
Gadis atau janda?
Sebuah suku pertanyaan akan ketersediaan bahkan cadangan logika angkuh kaum priyayi hingga kuli. Menderap zaman dan tak terkikis perubahan yang tak lagi mentah.
Gadis atau janda?
Gadis atau janda?
Ah, sudahlah!
Apapun itu status si perempuan, sesungguhnya tak layak kita dengungkan dengan bentuk sebuah pertanyaan walaupun berbungkus moral dan nilai kereligian.
Gadis ataupun janda, mereka adalah perempuan kita, hadir disetiap sudut nyata dan khayal para pria. Bukankah dunia ini tak sempurna tanpa mereka.
Setiap awal helaan nafas baru di dunia, adalah rekayasa tuhan yang tercipta dari sebuah awal kesucian wanita.
Tak ada nabi dan rasul yang tak mengagungkan wanita disampingnya, bukankah mereka suri tauladan kita.
Ibu, istri, saudara, bahkan keponakan perempuan kita adalah aset dunia menuju kelangsungan hidup. Takdir menjadikan mereka lemah dalam hal fisik dan perasaan.
Selayaknyalah kita menempatkan mereka di aula tertinggi jati diri. Lindungi dan genggam tangannya hingga ke syurga wajib hukumnya bagi pria.
Gadis atau janda ? Jangan ajukan lagi merambah logika akal bulus.
Bagi kaum pria, mari kita setarakan mereka sesuai kodratnya.
Gadis atau janda?
Bagi saya, itu adalah pertanyaan berbau spekulasi dan diskriminasi.
Gadis atau janda?
Stop! Jangan tanya lagi!
Komentar
Posting Komentar