Janda Pesakitan Dari Stereotipe Buatan Patriarki

Kita tak lagi membahas soal eksistensi janda di group sosial media bertajuk "janda cari jodoh sederhana". Atau juga aplikasi online pencari jodoh, dimana janda tak ketinggalan ikut serta featuring kemolekan tubuhnya. Tidak kawan! Tulisan ini tak seremeh itu. Laman ini bukan genangan tulisan comberan pembasuh birahi. Persepsi pribadi hingga sudut pandang tajam menembus stereotipe seputar janda buatan keangkuhan patriarki, itulah nan bakal tersaji. Maaf, kali ini sedikit tajam menghujam nurani.


Tak satu wanitapun berharap menjadi janda di kemudian hari. Memelihara cinta seraya menabur mimpi bukanlah impian jangka pendek sejawat Kartini. Durasi diharap tentu hingga ke mimpi. Mengorbankan status kelajangan demi mengabdi pada kodrat paling hakiki, bernilai maha tinggi maha suci. 


Menyembah posisi sebagai istri nan berdaulat dalam cinta. Menghadirkan tatanan harmoni hidup nan sempurna bagi para pria berpangkat suami. Melayani sepenuh hati, mendogma seisi dunia untuk melantunkan puja dan puji. Begitu bangganya mereka memikul beban bahagia menjadi pendamping hidup arjuna semenjana.


Tak puas sampai di situ saja, titik paling kultus sejarah hidup wanita siap menjelang maut sebelum senja. Melahirkan insan suci ke dunia. Menyusui hingga membesarkan dengan cinta kasih, tak berbayar tak tertagih malaikat sekalipun. Rasa bangga kian menyeruak seiring peran baru sebagai seorang ibu. Bidadaripun dibuat takjub oleh lembutnya belaian kasih, halusnya usapan penuh makna cinta dari tangan si wanita nan kini bertitel bunda.


Namun sayang, mimpi mereka acap tak sampai ke episode akhir cerita hidup. Dicampakkan bak barang tak berguna, diceraikan secara semena-mena. Di tengah isak tangis si buyung dan si upik, si wanita memungut gelar janda nan tercecer dari genggaman para pria pendosa cinta. Apa mau dikata sibuk mengurus anak dan rumah tangga si wanita lupa mempercantik tubuhnya. Jadilah ia santapan murka serta cerca si suami durjana penjilat nafsu birahi.


Banyak wanita memberanikan diri memilih jalur hidup sebagai janda dari pada diperbudak sakit hati made in pria. Menerima kenyataan pilu ditinggal paksa. Tanpa sokongan finansial si janda bisa apa? Mau mengadu kepada hukum yang carut marut rasanya sia-sia. Maklum kaki tangan patriarki tak akan terlawan apalagi oleh wanita.


Stereotipe Negatif Tentang Janda


Sekali lagi tatanan sosial kehidupan tak berpihak pada nasip si janda. Pangkal balanya siapa lagi kalau bukan laki-laki berdasi patriarki. Dendang kolokan dari mulut bau asap rokok melantunkan syair penuh muatan konak serta birahi. Senandung bernada kebejatan sungguh laris. Nafsu tengik si jantan memberi judul janda montok, janda muda, janda kembang, serta segunung istilah merendahkan. Ah sialan dasar setan rakus kedigdayaan.


Berawal dari mulut ke mulut lalu populis selegit gula. Terlahirlah tumpukan stigma negatif tentang janda di tengah isu lain nan jauh kalah menggoda. Ujungnya tak sulit ditebak, cerca bernada agama, stereotipe negatif sarat makna menista, cemo'ohan berbahan dasar hasutan iblis berwujud manusia. Semua terkumpul jadi satu bak tumpukan sampah di keranjang sukma kaum pelaknat cinta. Salah apa si wanita menjadi janda? Jangan paksa tanya pada mereka! Coba sidak saja akal bulus pria nan tak senonoh pada setia wanita.


Lalu kini apa? Apalagi kalau bukan keterlanjuran yang sangat sengaja. Melabeli janda dengan stigma setara budak lalu diperdaya. Meninggikan keadikuasaan pria. Merumuskan ajaran-ajaran tak layak cerna. Andai duda mendapat perlakuan sama. Ah mana bisa, tangan lembut si dara tak akan kuat menampar batu karang patriarki beraliran durjana. Lihat saja ulah mereka! Beragam stigma tentang janda terlanjur eksis untuk dilerai.


1. Janda Keluar Malam = Wanita Murahan


Stigma kolot berhias keterbelakangan akal sehat. Kali ini bukan hanya pria, namun kaum sejenis ikut berhaluan kiri melabrak integritas si janda. Di dangkal logika kultur sosial masyarakat kita, wanita yang keluar rumah di malam hari apalagi seorang janda, dicap permanen penjaja kemolekan tubuh.


Barangkali ada sebagian dari mereka, tapi jangan ingkari modus keterpaksaan sebagai alasan sesungguhnya. Si bedebah mentalak seraya meninggalkan beban tanggung jawab membesarkan anak. Si janda bisa apa? Segala cara mungkin saja bakal tertempuh walau mesti menggadai kehormatan dan harga diri.


Kelembutan beserta kelemahan fisik wanita akan bersitegang dengan kebutuhan hidup dan buah hati. Apalah daya mereka hanya janda. Si jantan hanya bisa menceraikan sekaligus memutus mata rantai nafkah. Dasar pengecut didikan iblis.


Alasan sama berlaku bagi janda ditinggal mati suami kesayangan. Saat si penopang hidup berpulang untuk selamanya, si janda bisa apa? Dia butuh makan, anaknya butuh pakaian dan pendidikan. Salahkah ia bila terpaksa banting tulang hingga wajib keluar malam? 


Sudahlah, jangan timpali lagi kelelahannya dengan stigma menghakimi! Si janda adalah korban keadaan. Selain kehendak tuhan, mereka keluar malam demi urusan makan. Urusan terkini sepeninggal si laki-laki tak berotak dan tak  berhati.


2. Status Janda Dianggap Sebagai Aib

Hello, mereka korban perceraian pak, bu! Membuat mereka malu dengan status janda sama saja dengan memperpanjang antrian mimpinya nan terbengkalai. Aib dengkulmu melocot! 


Siapa tau dulunya mereka adalah pejuang. Memberanikan diri keluar dari pernikahan toxic. Memutihkan segala Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Mengusir terang-terangan si peselingkuh, pemabuk, penjudi, ringan tangan. Siapa tau dulu itulah alur perjuangan mereka. Sekarang seenaknya saja di anggap aib. Situ waras?


Melanjutkan sisa hidup seraya memberi makan dan membesarkan anak tanpa campur tangan laki-laki. Mengais setiap sen nan tertimbun di bumi tanpa malu. Jurnal hari depan si janda bakal seperti itu. Pasti mereka lelah, pasti menangis layaknya seorang wanita biasa. Jika Kalian labeli mereka dengan kata-kata aib, lantas si janda bisa apa? Nikah lagi? 


Luka hatinya nan lama saja masih menganga. Kebiadaban cinta pria tuna akhlak masih membiru di bekas tamparan pipi indahnya. Mereka tak akan cepat percaya pada cinta. Tak secepat singsingkan lengan bajunya mencari uang pembeli susu si buah hati.


Jika tak sanggup apresiasi mereka, setidaknya jangan sematkan gelar aib di status jandanya.

 

3. Sosok Janda Digambarkan Sebagai Wanita Dengan Daya Tarik Seksual

Sensualitas wanita
pexel.com

Jelmaan hantu patriarki disetiap sudut mata lelaki penyembah birahi. Si Inem dilabeli pangkat pelayan seksi. Dieksploitasi dalam bentuk komersialisasi hiburan pemanja mata para pejantan murahan nihil iman. Di kisah nyata si Inem hanya petarung mimpi. Pembelah nasip buruk nan setia menghampiri. Oh janda, bisa-bisanya Kalian digerogoti keserakahan nafsu priayi hingga kuli.

Proses eksploitasi pada hilirnya melahirkan opini jamak pada nasip sang wanita merangkap kepala keluarga.  Simbol sensualitas terpatri ulah patriarki. Khalayak umum memandang benci. Janda dipersalahkan. Penghakiman sosial lalu datang secepat kilat. Wanita murahan, penggoda hingga teraktual disemat gelar pelakor.

Sekali lagi kelakuan patriarki tak berbudi pekerti pada penerus Kartini. Penggiringan opini via jalan komersialisasi visual sukses bertelur derita tak baru bagi janda. Film sialan buatan tangan setan. Meludahi nasip perempuan kesepian. Kebejatan yang Kalian pertontonkan tak seharusnya mendapat pembenaran apalagi penghargaan.

4. Tak Baik Lama-lama Menjanda

Outfit cewek
pexel.com

Wanita mana bercita-cita jadi janda? Hei tuan, coba tanya saudari serta anak perempuan Kalian. Mimpi menikah dengan pria pujaan sejalan dengan mimpi menjadi pendamping loyal. Pasti itu utas jawab mereka tak teranulir siapapun. Hanya cerita hidup memaksa mereka menggali kubur mimpi. Menjadi janda dari muara keadaan terpaksa.

Sedang sayang-sayangnya mereka ditinggalkan. Titah tuhan pada pria untuk memimpin tak terselesaikan pejantan letoi. Separuh babak si pria kalah. Dasar laki-laki lemah. Tugas memimpin gagal total. Mendidik dan mengarahkan perempuan di bawah kekuasaan mereka serahkan pada keciutan nyali.

Perceraian merupakan pengibaran bendera putih dari pria untuk kegagalan tugas memimpin perempuan.

Selanjutnya gampang ditebak. Pemimpin tak bernyali mengkamuflase kegagalan dengan kata talak dan perceraian. Mereka tak malu, karena pertolongan patriarki siap membela dengan dalil budaya dan agama. Sungguh-sungguh bullshit.

Baca juga : Penikahan Bukti Cinta, Tradisi Atau Bullshit

Apa cerita si janda? Lagi-lagi opini buatan patriarki memaksa mereka untuk menikah lagi. Jika tak, segunung maki, cerca, serta hinaan ready stok cukup mumpuni untuk dihujamkan pada harga dirinya. "Jangan lama-lama menjanda, gak baik dipandang orang!" Gak baik apanya bambang! Laki-laki memang ada-ada saja. Padahal mereka yakin, perempuan dominan dengan perasaan. Tak segampang itu mereka merupakan kisah lama berdarah-darah. Tak secepat itu mereka percaya pada cinta. Apalagi percaya pada omongan pria.


5.  Janda Dianggap Perusak Rumah Tangga Orang

Serius nanya, yang salah jandanya apa laki-laki? Tak usah jawab! Diksi hidung belang sudah cukup sahih sebagai jelmaan jawaban paling hakiki. Mata patriarki memang cukup jeli menterjemahkan keindahan apalagi sumbernya perempuan.


Ada semacam doktrin usang nan menempatkan perempuan sebagai objek pelampiasan konak pria. Apalagi dia janda. Petaka sisipan lalu muncul. Wanita teradu domba dengan sesamanya. Si janda dipersalahkan oleh sejawat satu gendernya. Mereka tak sadar patriarki lagi tertawa menepuk dada.


Sejak lama kuku tajam pria bertopi patriarki merusak hegemoni hidup nan telah ditata oleh nabi. Tak pernah ada anggapan lama membenarkan bahwa wanita hanya pesuruh, pengabdi, pelayan, ataupun pemuas nafsu birahi. Dalil agama acap didengungkan pengungkung kebebasan perempuan. Sayang semua sesat jalan.


Laki-laki diciptakan tuhan sebagai pemimpin di muka bumi. Konteks pemimpin paling suci tentu melayani. Paket ekstra ada dalam bentuk mendidik, membimbing serta mengarahkan. Bahkan wajib hukumnya bagi laki-laki memperbaiki akhlak perempuannya lalu membimbing tangannya hingga ke surga.


Larutan algoritma patriarki ternyata lebih kental dari ajaran nabi. Sekelas poligami sanggup jadi dalil pembenaran untuk mengecoh perempuan. Tak peduli dia janda atau perawan. Semua dilumat dalam aturan jelmaan perpanjangan tangan setan.


Mereka (janda) adalah perempuan kita. Si single parent merangkap single fighter. Sudahi menjajakan streotip negatif seputar janda. Layaknya mereka disanjung dan diapresiasi. Bergumul dengan kerasnya hidup demi menjungkalkan nasip buruk jangan timpali lagi dengan cerca. 



M💕💕E💕💕S












Share this:

Komentar

  1. sbel kalau oarng sudah bilang janda perusak rumah tangga. bahkan kalau ada suami orang sedang menyapa disangaknya gatelan. sebel ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sayangnya di masyarakat kita masih jamak stigma negatif tentang janda Bu.
      Makasi banyak atas kunjungannya Bu Tira.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

12 Rahasia Pria Yang Jarang Diketahui Wanita

Apa Itu Stashing Dalam Hubungan Kenali Tanda-Tandanya

Kejantanan Pria Dapat Diukur Dengan 5 Hal Ini