3 Tanda Bucin Pemaksa Ikatan Cinta

Sebuah ikatan cinta seharusnya tak bersisip kata memaksa. Kenapa tak jalani saja ala kadarnya atau apa adanya. Jika gagal di satu cinta, masih cukup available cinta lain nan menggoda. Tak perlu harus diperbudak rasa hingga terdampar di satu diksi semenjana. Dunia baru kita menyebutnya dengan sapaan BUCIN.


Bucin alias "budak cinta", istilah yang lagi menjulang popularitas tinggi di tengah kawula muda milenial perambah zaman. Kategorinya adalah spesies manusia berusia dua puluhan tahun atau bahkan lebih.

Tak penting dengan urusan gender, baik pria ataupun wanita bisa saja tertular predikat tak lazim ini.


Terkadang, tanpa sadar kita terhanyut dalam pusaran istilah ini, bahkan mengaruginya sebagai sebuah subjek.


Bucin merupakan predikat  status sosial tak beraturan, dan cenderung hadir begitu saja di generasi setengah baya yang tak terindeks Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Entah mulai kapan eksistensinya ada? Tak satupun dari mereka berniat mendebatnya, barangkali tak penting-penting amat, seperti nasip jomblo di cerahnya malam minggu tak burujung, wkwkwkckkk...


Baca juga tulisan saya tentang jomblo di sini


Sedikit menarik sesungguhnya, menggali lebih dalam popularitas istilah bucin ini, bisalah,,, dikatakan semenarik menyaksikan slide show foto nakal Amanda Manopo, atau semenarik goyangan pinggul Lisa Black Pink, hu,,,huy,,,priuuuwit


Jika daya tarik istilah bucin ini diukur secara detail menggunakan algoritma ilmu pasti nan ilmiah, sudah pasti tak akan dijumpai ketepatan data, yang pada prinsip sesungguhnya tak valid-valid amat. Namanya juga istilah remaja tolak ukurnya tentu saja media sosial dan sebangsanya.


Bucin (budak cinta), adalah pameo spektakuler generasi mutakhir bagi individu-individu yang rela melakukan apa saja dalam ekspektasi cinta terhadap lawan jenis yang di gebet, atau secara formal boleh kita sebut sebagai golongan perseorangan atau individu yang begitu terobsesi dengan pasangannya, dan rela melakukan segenap daya upaya demi simpati si pasangan atau sekedar pemuas posesifitas.


Bila ditelaah lebih dalam lagi, ternyata ada beberapa sebab, mengapa seseorang terindikasi sebagai seorang bucin. Meskipun kebenaran data yang akan diungkap tak sepenuhnya mewakili konsep-konsep kebenaran, rasanya,, tak salah bila dihidangkan ke meja hidangan logika anda supaya sedap disantap nalar yang terkadang haus kebenaran.


Indikasi Seseorang Layak Menyandang Predikat Bucin 

1. Selalu Hanya Dia Dan Tentang Dia


Ini adalah indikator awal untuk menilai seseorang layak mendapat gelar bucin.

Seseorang yang terobsesi tinggi dengan gebetan, kesehariannya dipenuhi segala hal yang berhubungan erat dengan pasangannya, apapun itu, asal menyerempet mesra ke sebuah nama yang begitu melambungkan khayalan asmaranya, mestilah akan diberikan segenap curahan perhatian, dan bahkan terkadang berlebihan.


Pertanda ini kadang sadar ataupun tidak telah menempatkan si bucin pada rutinitas keseharian yang menuntunnya ke satu nama.


Ya,,,hanya dia, tentang dia, dan selalu dia Mungkin inilah tag line lini depan hati si bucin.

Memikirkan dia, berkhayal tentang dia, intip semua sosial medianya, ikuti kemana dia meskipun lewat story instagramnya, "like" semua status maupun postingannya, mau makan dan sebelum tidur sebut namanya barangkali itulah sedikit contoh agresifitas obsesi sang bucin.


Nalar dan akal sehat pada akhirmya takluk dihadapan obsesi yang sedikitpun tak pudar, tak peduli si dia belum dalam genggaman atau sudah terlelap dalam pelukan cintanya. Maha penting bagi si bucin mewarnai waktunya dan seluruh tumpah darah dengan obsesi gilanya.


Bagi si bucin menaklukan hati dan berhasil meraih cinta pasangan hanya sebuah langkah awal, setelah itu ada segumpal urusan maha penting yang kan memperbudaknya sedalam samudra.


Barangkali rasa memiliki atau posesifitas adalah sumber terlahirnya obsesi ini, atau keinginan kuat tak terbilang jumlah yang mengharu biru di hati sang bucin demi mendapatkan hati si pemilik bahu tempatnya bersandar manja.


2. Mau Dan Bersedia Melakukan Apa Saja


Ini adalah gejala kronis seseorang terjangkit bucin. Mata hatinya seolah dibutakan dan mati rasa. Rasanya tak akan ada badai yang sanggup meluluh lantak kan kemauannya yang tak jarang mengangkangi logika.


Bersedia melalukan apapun demi sebuah obsesi akan kepemilikan resmi ataupun tak resmi sebuah hati.


Ataupun bersedia melakukan apa saja demi sertifikat cinta yang tertera namanya dan si dia. Weleh,,,,weleh,,,.


Apapun itu, terkadang dilakoni tanpa kenal lelah dan perasaan tak nyaman,namun yang penting baginya adalah penaklukan cinta dan hati tanpa syarat.


Seluruh sumber daya baik fisik, empati dan emosi jadi media utama mendulang citra cinta di mata si dia.


Sungguh malapetaka sebenarnya memberi ruang dalam logika untuk berkembangnya indikasi ini. Azas kehati-hatian semestinya di lampirkan dalam langkah nyata, supaya tetap terkendali dalam sebuah bingkai harmoni hati.


Jika  melihat dari sudut pandang pria yang kali ini kita sebut saja manusia berlabel buaya darat, adalah suatu kesempatan paripurna memiliki pengagum hati yang tak memiliki batasan logika dan perfikiran bersih seperti ini. Terjungkir balik kan oleh semua realita dan aktualitas nyata akan memicu melahirkan orang-orang tak sadar akan nasipnya dikemudian waktu.


Sungguh ini adalah sebuah indikasi yang akan mendatangkan resiko tak penting, kenapa begitu rela beraktualitas nyata dengan sungguh-sungguh jika formalnya tak mesti semikian.


Melakukan apa saja bagi orang yang dipuja tentu boleh saja, tapi tentu saja tetap dalam koridor akal sehat yang pantas di kedepankan.


Bila masa itu datang pada si bucin, tentu hak dia dengan segala resiko dan kelelahan batinnya, karena bila tak demikian adanya bukanlah bucin namanya.

 

3. Friendship Distancing



Teman dan dunia pergaulan
pexel.com

Memperlebar jarak pertemanan menjadi bentuk yang ala kadarnya merupakan indikator akhir seseorang mengidap virus bucin, Teman bukan lagi jadi satu komunitas yang wajib dipenuhi kapasitasnya, teman hanya pelengkap kalimat curhat yang dulunya mekar.


Tak jarang bagi seorang bucin, menjadikan teman sebagai sebuah media penghalang akan keberlangsungan hubungan cintanya.


Sahabat baginya berada pada posisi paling pinggir dalam sebuah bagan kehidupan,  bisa jadi hanya sebuah titik hitam di lukisan diary nya. 


Segala sesuatu tentang pertemanan berada di urutan tujuh puluh empat jurnal kesibukannya. Ada titah hati yang maha penting mesti didaulatnya untuk mengarungi hari.


Ya,,,,,,

Demi kekalnya predikat bucin sahabat dan teman tak lagi penting, urusan hati urus duluan, masalah pertemanan,,,,,,,,,kapan-kapan kan bisa,,, celetuk bucin penghuni ruang rindu.


Cinta,  kata guru Bahasa Indonesia saya SMA dulu, adalah ungkapan dan rasa ingin memiliki tanpa ada keinginan untuk menguasai.


Oleh karenanya, cinta tak mengubah seseorang menjadi budak untuk memperjuangkannya.

Memperjuangkan cinta hak setiap individu, namun menjadi budaknya adalah pilihan.


Mencinta tak semestinya menerapkan standar berlapis obsesi. Mencintai seperlunya yang penting tulus dan dari hati. Tak perlu menempatkan diri pada kondisi yang tak diperlukan, bukankah tuhan telah menciptakan hati bagi kita tempat berlabuh, tugas kita hanya mengayuh dayung dan menetapkan arah ke dermaganya.


Jauh dan dekat jarak cinta tak perlu dicerna dalam angan, dia akan datang, kadang tanpa diraih cinta kan hadir sendirinya.


Menjadi budak cinta tentulah tidak arif dan bijaksana, karena perbudakan itu sendiri telah dihapuskan berpuluh bahkan beratus tahun yang lalu.


Maka perjuangkanlah cinta di jalan yang benar, budaya, adat dan agama telah menyumbang cara terbaik meraih cinta sebelum merayakannya.



M💕💕E💕💕S












Share this:

Komentar

Postingan populer dari blog ini

12 Rahasia Pria Yang Jarang Diketahui Wanita

Apa Itu Stashing Dalam Hubungan Kenali Tanda-Tandanya

Kejantanan Pria Dapat Diukur Dengan 5 Hal Ini