Derasnya Eksistensi Drama Korea
Drama korea (Drakor) maupun film korea, belakangan ini kembali booming dan sukses menjungkalkan drama atau sinetron lokal yang miskin kreasi dan inovasi dalam alur cerita yang monoton dan cenderung bertele tele, bahkan mudah ditebak kemana arah ceritanya akan dibawa. Derasnya eksistensi drama korea seolah tak tertandingi oleh buatan dalam negri. Pengecualian hanyalah drama Ikatan Cinta, sinetron lokal penguasa ranah hiburan nusantara.
soompi.com |
Bukan bermaksud merendahkan atau abai akan anjuran pemerintah untuk mencintai produk lokal, akan tetapi soal selera sudah barang tentu, kualitas maha tinggi diatas segala-galanya.
Tak munafik rasanya kalau untuk urusan memanjakan mata dan hati, drama korea jauh lebih menggugah animo dan atensi penikmat lakon gerak, suara dan gambar ketimbang buatan lokal yang busuknya tak perlu diumbar lagi.
Terlebih bagi penikmat drama korea nomor wahid di negri ini. Ya, perempuan dan segala persekutuannya.
Tak peduli gadis kecil, remaja, perempuan pekerja atau wanita karier, para ibu rumah tangga yang bangga akan julukan mak-mak zaman now nya hingga bahkan perempuan manula yang halu dengan siklus masa belianya.
Tak mungkin lagi disangkal, perempuan adalah komoditi unggul untuk meraih rating maha tinggi dari sebuah tontonan. Barangkali karena faktor dominasi perasaan mereka yang peka dan maha sensitif, sangat mungkin homogen dengan segala romantika dunia peran. Atau mungkin karena populasi perempuan yang telah melampaui ambang batas normal. Berdasar hitungan kasat mata, populasi perempuan satu banding tiga versus lawan jenisnya.
Lantas, apa sih hebatnya drama impor ini? Hingga mampu eksis di ranah rantau baginya, dan menggilas hingga ke pinggir sinetron lokal yang bersifat kejar tayang dan apa adanya.
Baca juga : Badboy vs Cowok baik-baik
Tak perlu waktu lama, paragraf berikut akan melukiskan betapa pesona drama korea lebih menggiurkan ketimbang tukang bubur naik haji yang tak pulang-pulang.
Keunggulan Drama Korea
1. Alur Cerita Yang Tak Bertele-Tele
Drama korea cenderung singkat hanya puluhan bahkan belasan episode ceritanya sudah sampai ke ujung hikayat. Jikapun ada yang hingga ratusan episode namun selalu tak pernah tak meninggalkan bekas rasa puas bagi pencintanya.
Tak seperti sinetron lokal yang bisa mencapai ratusan bahkan ribuan episode atau lebih dahsyat lagi bisa berganti musim dari satu season ke season yang entah berantah, yang terkadang tak menguras energi dan emosi bagi penikmatnya.
Cenderung dibuat-buat, bertele-tele dan mengambang dengan segala kualitas faktor pendukung mulai dari settingan hingga kualitas peran yang tak mumpuni, itulah kecenderungan terkini sinetron lokal.
Mungkin hanya demi rating dan sharing serta mengejar keuntungan komersil dari deretan iklan yang tak kalah bulus kualitasnya, jadilah sebuah hasil karya tangan anak negri yang lebih menjungjung tinggi angka komersial dibanding nilai seni yang indah dan sedap dirasa.
Coba kita bandingkan dengan drama korea yang padat akan melodi dan harmonisasi kisah, yang mampu membawa pemirsanya ke dalam ilusi untuk ikut menyumbang emosi dan empati, itulah salah satu ciri tingginya kualitas drakor yang diuatarakan salah satu sumber saya yang pastinya seorang perempuan.
2. Tak Absurd & Tak Alay
Niat hati ingin seiring seirama dengan lintas kemajuan zaman yang menelurkan generasi zaman now yang cenderung alay, di usunglah tema dan template yang kekinian, supaya tak menciptakan kontras yang amat dalam dan tak terkesan ketinggalan zaman yang selalu update.
Namun karena terlalu berkiblat pada angka dan nominal komersialisasi, niatan tersebut justru jadi bahan pendongkrak sebuah hasil karya yang absurd, dan apa adanya.
Barangkali si penulis naskah sinetron lupa akan sebuah riset dan analisa supaya konteks modern tak rancu di titrasi ke dalam sebuah lakon. Atau sebuah kesengajaan belaka, yang penting hati produser terpuaskan. Hmmmm,,,bisa jadi.
Sebuah nilai seni yang menjunjung tinggi budaya dan kearifan lokal bukan lagi jadi pilahan yang hendak disajikan. Bukankah dulu kita memiliki sinetron bergendre ini yang sukses bersemayam di hati penikmatnya bahkan hingga sekarang.
Sebut saja, Siti Nurbaya, Sengsara Membawa nikmat hingga Si Doel Anak Sekolahan.
Kemana produk serupa itu sekarang?
Mungkin tepat bila pertanyaan tersebut dihadapkan pada para produser dan para pelaku dunia akting dan peran.
Drama korea di mata penikmatnya terkadangpun ada mengandung nilai absurd, namun yang pasti tak alay. Akan tetapi balutan kisah dan alur cerita yang dibuat se elegan mungkin menjadikannya tidak menimbulkan kegelian hati nan berujung pada nuansa jijik.
Kata kuncinya mungkin keseriusan dalam berkarya dan mengedapankan sebuah nilai ketimbang fulus.
3. Drama korea Tak Melupakan Kultur
Walau telah lebih dulu disinggahi perubahan dan modernisasi, Korea yang terlukis dalam dramanya tak pernah melekangkan kultur dan budaya aslinya.
Meskipun dalam cerita tertentu kultur dan budaya hanya selipan saja, namun olahan sutradara membuatnya kental seolah tak terkangkangi modernitas.
Salut buat mereka, karena mamiliki kemampuan menciptakan kultur tersendiri, bahkan tumbuh sporadis hingga penjuru dunia, sebut saja fungirl atau K-pop.
Tak jarang kultur ini terselip dalam cerita drama korea baik dalam bentuk fashion ataupun gaya atau skenario keseharian.
Bila kita coba bandingkan sekali lagi dengan sinetron lokal, yang ada hanya proses adopsi dan adaptasi dan sekali lagi berujung absurd dan alay.
Jangankan untuk menciptakan sebuah kultur baru, pada kenyataannya sinetron lokal banyak terjerumus dalam ke alpa an akan sebuah nilai kultur yang telah ada.
Kultur dan budaya ketimuran hanya sisipan dan tak jarang berbalut kerancuan semata.
4. Lebih Banyak Genre & Variatif
Tak melulu hanya drama bertemakan percintaan seperti yang diketahui khalayak kaum hawa.
Drama korea juga banyak menghadirkan variance lain dalam bentuk drama medis, drama sejarah, drama hukum, drama time travel, hingga drama kriminal.
Mohon maaf, bila membandingkan dengan sinetron lokal yang hanya terfokus pada genre percintaan dan lika-liku masalah keluarga.
Jikapun terlahir genre baru dan diminati, seketika itu juga akan eksis sinetron lain dari rumah produksi berbeda namun tetap mengusung genre yang sama. Barangkali itulah yang disebut kreatifitas berbaju plagiat.
Sayangnya, hal seperti ini tumbuh cepat di negri ini, mungkin bukan hanya sinetron, masih banyak bidang lain. Saking banyaknya, saya yakin pasti akan menguras banyak energi untuk menulisnya. Mungkin di laman berbeda akan kita coba.
Adalagi pilihan genre yang dipaksakan populer sekonyong-konyong dengan cara memberi ruang tayang maha luas setiap hari di layar kaca.
Ya,,, genre azab, siksa kubur dan karma.
Tak perlu ragu untuk "mohon maaf" menyunggingkan seutas senyum dari sebaris kalimat diatas.
Faktanya memang seperti itu dan tak dapat dipungkiri. Miskin nya kreatifitas adalah pemicu utamanya.
5. Ceritanya Lebih Masuk Akal (Gak Lebay)
Jika ada seauatu yang diusung secara berlebihan dalam drama korea tidak lain dan tidak bukan adalah sebuah pen "drama" tisiran sebuah alur cerita yang penuh kesedihan dan kepiluan yang dibalut sedemikian rupa hingga emosi dan empati penontonya ikut terseret arus tersebut. Terutama dalam bentuk drama percintaan.
Namun kemasan nya yang dibuat mendekati bahkan hampir serupa kisah nyata, seperti memberi efek magis dan sayang bila terlewatkan.
Namun tak ada kesan lebay yang muncul ke permukaan. Berbanding terbalik dengan sinetron lokal yang terkadang menjungkalkan logika. Sangat banyak adegan di sinetron lokal seperti seorang kaya yang dengan begitu mudahnya jatuh miskin, atau seorang yang sedang berperan antagonis dengan sekejap mata berubah drastis dan jadi protagonis tanpa liku-liku cerita pendukung.
6. Pemainnya Kece-Kece & Fashionable
Siapa bisa menyangkal ?
Deretan aktor dan aktris drama korea sungguh luar biasa dalam urusan tampang dan penampilan. Bahkan mereka jadi trend setter dan digilai.
Sebut saja, Lee Minho, Lee Seoung Gi, Park Go Bum, Kim So Hyun dan masih banyak sederet nama lainnya. Perempuan mana yang yang tak kenal dan tak menggilai mereka?
Dalam jenis kelamin berbeda, ada seperti, Lee Sung Kyung, Yo In Na, Kim Ji Won atau Seo Hyun Jin
Lelaki mana yang sanggup mengalihkan pandangan dari paras cantik mereka.
Tampang dan tampilan adalah nilai jual tersendiri bagi pelaku drama korea. Namun menjaganya untuk tetap layak disajikan bagi penikmat drama korea merupakan suatu sikap profesional yang rasanya tak tabu untuk diadopsi para pelakon lokal.
7. Kualitas Gambar Nyaris Sempurna
Bila dibandingkan dengan kualitas gambar dalam sebuah film, drama korea tak begitu tersisih dengan selisih nilai yang jauh.
Budget yang cukup besar barangkali adalah penanda akan sebuah investasi maha serius dan profesionalisme.
Kalau di Indonesia, tak usah diragukan lagi, budget minimalis hasil maksimalis. Para produser akan berfikir dua kali untuk investasi yang mereka anggap tak penting.
Kata sandi "yang penting tayang" telah menghalalkan cara-cara seadanya dan tak profesional sama sekali.
Jika asal-asalan aja menghasilkan uang buat apa dibikin serius. Dongkrak rating dengan gimmic di ranah acara gosip, maka popularitas akan hadir. Sungguh sederhana dan tak berarti apa-apa.
8. Soundtrack Yang Menawan
Soundtrack adalah faktor pendukung sebuah drama korea hingga paripurna nilai indahnya.
Pilihan lagu yang padu padan dengan cerita, menambah harmonis suasana hati pendengarnya.
Tak jarang bahkan, soundtrack sebuah drama korea sanggup booming bersaing dengan inangnya.
Pengaruh K-pop tentu saja faktor penentu, akan tetapi itu sah-sah saja.
Drama dan soundtrack layaknya saling mendukung untuk urusan popularitas. Drama yang baik pasti akan mendukung soundtracknya untuk populis, begitu juga sebaliknya.
Sungguh nikmat rasanya membahas sajian wajib golongan hawa yang satu ini. Tak terasa sekian paragraf berlalu begitu saja.
Dan demi kearifan dan kebijaksanaan menuju keseimbangan fikiran supaya netral.
Perlu disampaikan juga sebuah nilai.
Nilai yang paling hakiki. Sebaik-baiknya ciptaan manusia, mesti tak akan sebanding dengan ciptaan yang maha kuasa. Pasti ada cacat dan kurangnya.
Semenarik dan fantastisnya sebuah drama korea, pastilah ada kekurangannya, terutama di mata manusia atau individu yang tidak mengidolakan drama korea itu sendiri.
Ada yang ber argumen bahwa drama korea ceritanya itu-itu saja, gak bakalan jauh dari kisah percintaan, monoton dan endingnya bisa ditebak. Aktornya kurang macho seperti aktor barat/western, bahkan dandanan aktor korea ini dinilai cenderung "kecewek an".
Argumen seperti itu tak haram dan sah-sah saja. Karena masalah selera tidak bisa dipaksakan, biarkan saja ini jadi bahan masukan bagi oppa-oppa di semenanjung sana.
Sejujurnya, tak ada tendensius terhadap produk lokal bernama sinetron. Hanya kenyataan dan realita mendorong saya berbuat sedikit, siapa tau didengar.
Komentar
Posting Komentar