Nyaman Dalam Kesendirian Fact Or Fake?

Kenyamanan adalah suatu kondisi perasaan seseorang yang merasa nyaman berdasarkan persepsi masing-masing individu. Sedangkan nyaman merupakan suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yang bersifat individual akibat beberapa faktor kondisi lingkungan. Gimana, mulai pusing kan? Udah nyaman aja! 


Manusia cenderung menempatkan kenyamanan sebagai tolak ukur utama dalam beberapa keputusan tertentu. Buat apa kerja gaji gede tapi gak nyaman. Buat apa pake baju mahal tapi gak nyaman. Buat apa punya hubungan tapi toxic, selalu jadi beban fikiran, mending sendiri, sepertinya nyaman.


Lalu terdamparlah manusia pada kondisi serba nyaman. Lama-lama betah, ujung-ujungnya larut dalam kenyamanan tanpa episode penutup. Itu nyaman apa malas move on? Coba fikir lagi deh! Apa hal dengan seruan "beranikan diri keluar dari zona nyaman". Sekedar slogan, atau kalimat acakadut yang terpampang nyata membahana dimana-mana.


Tak lah, kenyamanan perlu diinventarisir jenisnya. Rasa nyaman seperti apa yang dibutuhkan jiwa manusia, dan rasa nyaman yang bagaimana pula nan mesti diharamkan untuk didiami berlama-lama. Yang pasti dan tak berbantah cuma satu hal saja, baca artikel ini hingga tuntas pasti bikin nyaman level dewa ^haha.


Sekarang mari kita kerucutkan cerita pada sekelumit kisah tak baru. Di mana ada sebagian insan percaya  akan rasa nyaman dalam kesendirian. Apakah bagi mereka cinta tak seindah aksara pujangga? Atau barangkali mereka bersembunyi di balik rasa nyaman dan memilih sendiri agar tak terendus cerita lama memilukan? So, lets check this out!

Memilih Nyaman Dalam Kesendirian Atas Beberapa Alasan


1. Merasa Nyaman Dengan Kesendirian Setelah Melalui Hubungan Yang Toxic



Jatuh cinta dan memiliki pasangan merupakan dambaan setiap single di muka bumi. Saat kesempatan itu datang, mimpi baru mulai disemai di lahan hati yang selama ini kerontang kasih sayang. Puja dan puji pada sang dewi cinta membahana hingga orion. Bahagia dalam dosis sempurna teraplikasi dalam jiwa berbentuk tawa dan senyum sumringah berkepanjangan. Semua terasa indah meski gak indah-indah banget sih.


Lalu, menu pacaran mulai tersaji di meja makan harapan. Ritual bertukar kabar lewat chattingan dan video call kian intens kian mesra. Upacara adat asmara dalam kesakralan malam minggu terjadwal secara rapi tak terganggu hujan badai sekalipun. Begitu indahnya semesta kala cinta bersandar di dermaga yang sesungguhnya.


Sebulan, dua bulan, hingga tiga bulan awal kebahagiaan masih berlanjut tanpa jeda pertengkaran. Namun yang terjadi setelah itu belum tentu lamaran berpotensi pelaminan. Iya belum tentu, mungkin masih jauh. Masih ada petaka dalam bentuk curiga, cemburu bersisip peluang perselisihan tajam. 


Kemungkinan terburuk bisa saja putus. Kemungkinan terbaik bisa saja lanjut terus menuju perayaan cinta. Anehnya, ada manusia penghamba kebobrokan hubungan. Bertahan dalam relationship nan toxic. Meletakkan rasa kecewa dan sakit hati pada barisan paling belakang logika. Entah cinta buta atau cinta gila, gak tau lah.


Setelah melalui beberapa jeda badai prahara lalu muncullah wacana logis. "Sendiri sepertinya nyaman". Tanpa beban perasaan akan penanggulangan sakit hati dan kecewa berkepanjangan, tanpa embel-embel air mata cinta, tanpa caci maki dan menista.


Gelar mantan lalu disematkan pada kekasih pendosa cinta. Murka berperan melangsungkan pelantikan beraroma dendam. Percaya lagi pada cinta jadi barang haram. Jalur menuju kesendirian siap menunggu untuk dijajal. Siapa tau nyaman. 


2. Ditinggal Nikah Sang Pendosa Cinta

Level sakit hati paling tinggi lahir dari rasa percaya yang dibalas pengkhianatan. Sedang sayang-sayangnya malah diputus dan ditinggal nikah oleh sang kekasih terdurjana se semesta raya. Dendam kesumat asmara tak terobati kecuali dengan bersunyi diri.


Menjauhkan diri dari hiruk pikuk dunia seraya merawat luka merupakan pilihan tak terelakkan. Sakit, kecewa dan amarah senantiasa bergelayutan di angan seraya menghapus mimpi. Kenangan lama tak menyisakan apa-apa kecuali air mata. 


Salahkah bila pilihan untuk sendiri teraplikasi secara sadar dan sengaja? Sakit hati dari kisah lama menitipkan fobia pada cinta. Mengulang kisah baru tentu butuh pertimbangan super hati-hati. Dari pada tersayat kembali luka di hati mending sendiri. 


Cerita berlanjut dengan mengusung kesendirian sebagai template utama di dinding hati. Menyamankan diri dirasa sangat pantas sebagai obat untuk melupakan toxic yang lalu. Akhirnya jiwa merdeka dari cinta. Kenyamanan dalam kesendirian jadi fokus utama bukan lagi pelarian. Jika ada cinta baru datang menyapa, ah tunggu dulu! Nyaman ini labih mahal dari asmara. "Pergi sana, ku tak butuh cinta". 


Berakhir sudah cerita dimana nilai tukar cinta tak lagi setinggi harapan, melainkan sehina dendam.


3. Merasa Nyaman Sendiri Faktor Kemandirian


Kecenderungan ini banyak melanda perempuan. Saat kemandirian membuat mereka mampu memenuhi kehidupan hidup tanpa bala bantuan orang lain, maka saat itu pula sang dara tak butuh lagi campur tangan laki-laki dalam hidupnya. 


Kesibukan dunia kerja membenamkan wanita dalam ruang terpisah dari cinta. Pangkat serta gelar wanita karier dirasa lebih mumpuni disandang ketimbang jadi seorang istri. Di logika kaum ini pertalian kasih sayang dalam hubungan hanya seharga perubahan status. Dulu single sekarang jadi seorang istri, dulu dipanggil nona sekarang berpangkat nyonya. Tak lebih dari itu. Jangan tanya kenapa! Karena mereka tengah sibuk menikmati nyamannya kesendirian tanpa tali kekang hubungan.


4. Merasa Nyaman Dalam Kesendirian Karena Kebebasan


Berada dalam satu hubungan apalagi yang telah berpagar komitmen tentu membutuhkan konsekwensi demi kesentosaannya. Harus ada prosedural tertentu nan tak boleh dilanggar. Ada semacam garis-garis haluan relationship yang mesti dita'ati secara tunduk dan seksama.


Adanya rasa saling cinta jadi pengikat bersimpul mati agar ikatan tak gampang terurai begitu saja. Ada rindu dan sayang yang mesti dihargai. Ada cemburu dan sakit hati yang tak boleh over dosis. Begitulah cinta bila sudah tertambat. Aturan syahbandar dermaga hati butuh upeti dalam bentuk saling kasih, saling sayang dan menghargai.


Namun ada sebagian oknum pelajang nan terang-terangan anti pada ikatan cinta. Mereka merasa tak wajar terpapar keseriusan membina asmara. Diksi paling pantas bagi mereka adalah gamofobia. Takut pada pernikahan serta fobia pada ikatan.


Dalam konteks relationship, landasan berfikir kaum ini tak sulit ditebak. Apalagi kalau bukan kebebasan. Merdeka sepenuhnya dari cinta. Mereka bukan kaum oposisi tapi hanya pengamat dunia asmara. Hasil analisa mereka tentang hubungan hanya tertuang dalam satu poin.


Hubungan hanya pengkerdil kebebasan.


Seruan hati mereka, "Ngapain repot-repot terpesona pada cinta. Jika bahagia ulah cinta  bisa setinggi awan, namun sakitnya bisa sejauh luar angkasa. Membina hubungan butuh kesadaran, butuh pengorbanan batin dan perasaan. Mendiami ikatan meski berpeluang sentosa namun tak luput dari potensi toxic nan menyakitkan. Ngapain  cape'-cape' isi ulang hati dengan rasa saat pengkhianatan datang meminta ma'af atas kesalahan. Ngapain!"


Mereka lantas mendeklarasikan kebebasan tanpa halang rintang menjaga perasaan. Dalam kebebasan dunia menawar kenikmatan dimana syahdunya terasa hingga ke tulang. Tapi sayang, senang itu hanya bisa dirasa sendiri karena tak ada tempat untuk berbagi. Berhubung sudah terlanjur nyaman, ya sudah sendiri pun tak masalah. Bebas, lepas tanpa ikatan, kalau sudah nyaman ya nyaman aja.


Nyaman Dalam Kesendirian Fact Or Fake?


Tanpa meninggalkan akal sehat dan nurani yang bersih, sekarang mari kita beri kesimpulan atas beberapa penjelasan di atas. Apakah rasa nyaman dalam kesendirian itu fakta atau hanya sekedar kamuflase?


Faktanya manusia memang penuh kesengajaan diciptakan yang maha kuasa secara berpasang-pasangan. Sebab jika tak, tentu kita sudah lama ucapkan selamat datang pada kepunahan. Atas dasar itu lalu dititipkanlah olehNya rasa. Rasa yang membuat manusia melukis nafsu dan birahi di kanvas hati. Jomblo juga tau rasa itu bernama cinta.


Cintalah yang membuat para pria angkat senjata harapan untuk menggelar pertempuran di medan laga asmara. Kedaulatan hubungan merupakan harga mati tak tertawar hardikan lawan. Bertuan pada kesendirian tentu saja langkah pengecut laksana kalah sebelum perang. Maka di sanalah harga diri pejantan dipertaruhkan. So, apakakah kesendirian senyaman penaklukkan hati idaman?


Cinta juga yang menjadikan para gadis bak burunon di persada halusinasi para calon mertua. Kalian harus bangga dijadikan target buruan cinta paling dicari sejagad raya.


Lalu kenapa memilih nyaman dalam kesendirian? Cinta memang dibumbui asam yang menyakiti lambung harapan. Tapi cinta punya penawarnya sendiri dalam kata cumbu mesra dan canda tawa. Kenapa mesti fobia pada cinta. Ia didamba dan sengaja dicipta untuk manusia.


Jika cinta tak membahagiakan yang salah bukan cintanya. Jika hubungan tak mententeramkan yang salah juga bukan cinta. Yang salah hanya manusia nan tak paham membingkai cinta dengan ketulusan dan niat baik.


Nyaman dalam kesendirian bisa jadi hanya pelarian atas kegagalan. Nyaman dalam kesendirian? Coba fikir lagi deh! Is it fact or fake?





M💕💕E💕💕S




Share this:

Komentar

  1. It's a FACT, karena sudah nyaman dalam kesendirian, dan mandiri secara finansial saya pikir itu sebuah fakta. Karena bahagia tidak bergantung pada orang lain, manusia pun pada dasarnya diciptakan untuk bisa mandiri.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, komentar mba Andin sangat saya apresiasi. Terimakasih atas kinjungannya. Anda memiliki sudut pandang lain. Nice mba🙏

      Hapus
  2. Nyaman kesendirian... Saya setuju untuk itu .

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

12 Rahasia Pria Yang Jarang Diketahui Wanita

Apa Itu Stashing Dalam Hubungan Kenali Tanda-Tandanya

Kejantanan Pria Dapat Diukur Dengan 5 Hal Ini