Beberapa Hal Yang Dulunya Tabu Dalam Pergaulan

Tabu adalah larangan atau pantangan yang kuat secara sosial. Konon katanya diksi tabu ini sudah eksis sebelum adanya teis atau ajaran kepercayaan terhadap tuhan dan dewa-dewi. Konon lho ya! Jadi bisa diartikan, sebelum periode adanya agama, manusia telah mengenal moral dan etika dalam berkehidupan. 


Terciptanya istilah tabu merupakan bentuk upaya manusia lama dalam mengatur tatanan sosial. Maklum aturan hukum mungkin belum ditemukan saat itu. Aturan cinta apa lagi, hingga detik ini saja masih cukup eksis diselimuti misteri.


Pelajaran sejarahnya cukup segitu saja. Gak usah protes! Ini blog gue, suka-suka artis dong, ^hahaha.


Mari mengerucut! Kali ini mahacinta akan coba membahas perihal hubungan antara pria dan wanita dalam konteks pergaulan. Bagaimana pola tak baku manusia zaman baheula menerapkan garis-garis besar haluan pergaulan antara pria dan wanita. Mana pantang mana yang dibolehkan, mana halal mana haram, mana tabu mana mungkin boleh dilanggar.


Begitu banyak fenomena mutakhir menggerus keberadaan kultur dan moral suatu bangsa. Arah kemajuan zaman yang menawarkan kemudahan informasi nyatanya disikapi manusia secara konsep berfikir nan amat liberal. Agama dan adat-istiadat dalam dandanan tradisi dan budaya morat-marit mempertahankan upaya memanusiakan manusia, serta menjaga agar manusia tetap jadi manusia. 


Mengkerdilkan perilaku kebinatangan manusia nyatanya tak semudah membalik telapak tangan. Pengaruh modernisasi terlalu adikuasa dengan faham kebebasannya. Ujung-ujungnya, perilaku manusia ada yang nyaris identik dengan binatang. Nihil malu, hampa harga diri dan merasa itu fine-fine saja. Terlalu!


Parahnya, kaum muda yang mestinya terpelajar, lebih memilih memposisikan diri sebagai objek dari sebuah arah perubahan. Segelintir atau sebagian besar dari mereka lebih tertarik konsumtif dari pada produktif.


Budaya bangsa sendiri dinomor tujuh puluh tigakan. Tradisi asing berhaluan kebebasan demikian disanjung. Hilirnya hanya bermuatan pengharapan jiwa muda nan termaktum dalam satu kalimat singkat, "keren lu ya"


Padahal agama dan para tetua telah mewariskan begitu banyak pusaka dalam bentuk tameng dunia pergaulan. Dulu mereka labeli tabu, sekarang? Au ah gelap.


Let's check this out!

Beberapa Hal Yang Dulunya Tabu Dalam Pergaulan 


1. Mengenal Perempuan Tanpa Seizin Orang Tuanya


Bagi saya konsep sebuah hubungan asmara mutlak mendahulukan pola perizinan. Bagi yang menganggap ini kuno, itu terserah Anda. Jika tujuannya bukan hura-hura maka tanggung jawab merupakan barang lama nan tak boleh ditawar. Seorang laki-laki mesti memiliki rasa tanggung jawab, karena selain kerja keras tanggung jawab merupakan hal paling identik dengan gelora darah muda pejantan.


Sebagai sebuah bentuk pertanggungjawaban, seorang pria yang ingin mengenal lawan jenis secara lebih dekat mau tak mau mesti mengantongi izin dari manusia paling berhak atas diri si gadis. Ya, siapa lagi kalau bukan ayah ibunya. Maka tak salah para leluhur kita menelurkan petuah-petuah sahih bagaimana tata krama memikat seorang gadis. 


Dulu kala, bentuk keberanian pria semacam ini amat membuat damage hati para ciwi-ciwi. Hasrat mereka kian bergelora berharap dipinang si pria penuh wibawa dan tanggungjawab. Yang tersisa hanya anggukan kepala saat sang ayah bertanya " bersediakah engkau kunikahkan dengan pria itu?"


Maka mengenal perempuan tanpa izin sang ayah amat tabu ketika itu. Ruh kebebasan belum memiliki rahim perubahan untuk tumbuh kembangnya. 

Bila kita bandingkan dengan sekarang? Au ah gelap. Jangankan untuk berkenalan, ritual ajak kencanpun nihil permisi orang tua. Ganteng doang jemput cewek depan gang. Cantik doang mau-maunya dijemput di depan gang.


2. Pergaulan Bebas


Dulu, iya dulu nun jauh kala. Perempuan amat dibatasi ruang geraknya keluar rumah apalagi yang berstatus masih perawan.  Setali tiga uang dengan keluar malam. Larang pantang amat lantang menyeru nasip perawan. 


Kala itu perawan beralamat di kemuliaan. Ditempatkan di altar tertinggi sebuah nilai kesucian. Tak sembarang pria boleh mendekati apalagi menjamah. 


Perempuan bagai tak tertular aroma tengik nafas pria pencumbu birahi. Kokohnya dinding religi dipertebal keyakinan manusia dalam berbudaya, kian menyelamatkan perempuan dari liarnya agresifitas naluri masa puberitas. 


Begitu adanya tatanan lama, meski kini dihadirkan dalam silang sengketa lahan emansipasi. Perempuan juga yang meruntuhkan bangunan tinggi kemuliaan pelindung dari pelecehan. Kebebasan disalah artikan. Perempuan malu katanya tak umbar keindahan pada dunia. Mereka kadang ada-ada saja.


Ujung-ujungnya si gadis tersandera dalam kumuhnya pergaulan tanpa tata kelola harga diri. Pergaulan bebas berepisode seks bebas kini terjajal dengan sengaja dengan sadarnya. Apa mau dikata dulu tabu sekarang beda cerita. Tinggal sisa pertanyaan, ini semua salah siapa? Au ah gelap.


3. Wanita Yang Berkelakuan Seperti Laki-Laki Dan Begitu Pula Sebaliknya


Makin mempertebal kekokohan diksi kuno di tulisan ini. Biarlah, kenapa kenyataan mesti di lipat di lemari akal sehat. Toh, pada nyatanya disorientasi seksual bukan lagi tabu di zaman ini. Begitu banyak media menyajikan tontonan maupun hiburan nan diawaki punggawa laki-laki jadi-jadian. Lenggok pinggulnya mengalahkan gemulai perempuan. Dipertontonkan bagi pirsawan mulai anak kecil hingga tuan dan puan.


Skincare bukan lagi perlengkapan kecantikan perempuan, ia berevolusi pada lemari pakaian sijantan ke gadis-gadisan. "Idih, mana tahann" celoteh si tulang lunak. Entah ini penyakit atau apapun sebutannya, yang jelas bakalan sangat kontroversial jika diulas. Barangkali ku sediakan laman khusus untuk membahas ini, tapi ku tak janji ^wkwkwk.


Si nona apa kabar? Oh dia dulu berbaju cantik dengan rok kembang kini memakai celana jeans. Dia juga merokok nongki di pinggir jalan seperti cabe-cabean. Bila ada keperluan jangan cari ke rumah, dia lebih sering di jalan.


Tapi ada juga kok yang berhijab menutup aurat. Iya, atasnya doang seperti perempuan, bawahannya celana abang-abang. Mana duduknya sembarangan. Kata feminim kini tak lagi lekat dengan si gadis, katanya "njir, amer mana, amer!" Au ah gelap.


4. Anak Tanpa Ayah


Ledakan dahsyat dari hulu ledak pergaulan bebas. Korbannya bernama "kehamilan yang tak diinginkan". Ulah tak pandai tata kelola dalam berkawan, perawan kini tersita hura-hura. Sangat pantas para tetua melabeli tabu pada ajaran kebebasan penyembah setan. Korbannya saja jadi aib dalam kumpulan persaudaraan.


Lahirnya insan suci ke dunia, diludahi dengan panggilan haram jadah. Padahal bukan si bocah, emak bapaknyalah nan bersekongkol dengan setan, melakukan ritual persembahan bagi birahi rasukan iblis. Nafsu tengik berbau dosa dipuja di atas altar kesenangan sesaat.


Dulu kala lahirnya anak cucu kedunia disambut gegap gempita. Sekarang malah dipertanyakan dalam keraguan berbalut sangsi tak berkesudahan. "Tu anak bapaknya siapa?" Au ah gelap.


5. Nudisme Jadi Life Style


Nudisme adalah perilaku manusia tidak menggunakan pakaian alias bertelanjang bulat baik pria maupun wanita yang tergabung dalam satu kelompok dalam waktu tertentu dan di tempat terpencil.


Buka aurat saja sudah tabu sejak lama apalagi ini telanjang bulat, ajaran sesat mana lagi ini? Katanya sih tampilan polos seperti itu dimaknai sebagai semangat penyatuan diri dengan alam. Alam mana dulu? Alam bawah nafsu kali ya? Pada konteks ini, karena sudah biasa tak ada lagi rasa sungkan dan malu, semua fine-fine saja.


Bagi penganut nudisme pakaian hanyalah alat pembatas dan membatasi ruang gerak manusia. Mereka memberi contoh seperti seragam. Padahal nudisme merupakan ajaran bangsa asing yang sangat berbenturan dengan peradaban manusia. Jangan dulu bawa-bawa moral etika dan agama! Secara perdaban saja manusia berkembang diiringi gaya berpakaian.


Jika di zaman purba manusia hanya menggunakan daun ataupun kulit kayu sebagai pelindung badan, maka seiring perubahan zaman manusia sampai pada titik fokus berpakaian yang kita sebut dengan model. Yang dulunya terbuka, tertutup seadanya, kini terbalut keseluruh tubuh berhias keindahan nan estetik.


Tapi, apakah tidak terlalu berlebihan? Bukankah di Indonesia nudisme hanya isapan jempol belaka? Cari ndiri no di google, betapa tradisi itu telah ada sejak lama. 


Mungkin memang saat ini masih berskala kecil. Hanya kelompok minor tak jelas juntrungan. Jika perubahan zaman tiada henti bukan tak mungkin satu saat kian merebak. Bukan mustahil juga diksi tabu tergerus kelakuan telanjang bebas.


Sebenarnya masih cukup banyak hal-hal yang dulunya tabu kini berasa biasa saja. Dulunya sangat dilarang kini tiada berpantang. Pergeseran nilai tak terbendung tak terurusi. Lalu kemana kesalahan layak dialamatkan? Au ah gelap.





M💕💕E💕💕S





Share this:

Komentar

Postingan populer dari blog ini

12 Rahasia Pria Yang Jarang Diketahui Wanita

Apa Itu Stashing Dalam Hubungan Kenali Tanda-Tandanya

Kejantanan Pria Dapat Diukur Dengan 5 Hal Ini