Apa itu Overthinking? Bagaimana Mengatasi Overthinking Karena Kelamaan Menjomblo

Overthinking adalah terlalu banyak berfikir (disambiguasi). Terlalu banyak berfikir tentang suatu situasi atau topik secara berlebihan. Dengan bentuk sederhana dapat dimaknai, memikirkan sesuatu terlalu berlebihan dan terlalu lama. Sehingga mempengaruhi mental serta emosional seseorang. Itu bukan kata Mahacinta namun Wikipedia punya bacot.


Bagi generasi muda belia, jenis overthingking yang banyak menjangkit antara lain: overthinking soal pacar, jodoh dan nasip kejombloan  yang cukup awet meski tanpa formalin. Ini bukan kata wikipedia tapi Mahacinta punya bacot. 


Saking lama menjomblo gangguan stabilitas keamanan hati bisa saja timbul tanpa didahului notifikasi dari malaikat terkait. Gejala-gejala umum seperti insecure dan keresahan yang disertai gangguan kepercayaan diri acap mengemuka dan membebani fikiran yang sering gabut. Apalagi saat harus menerima kenyataan pahit bahwa diantara circle pertemanan ada yang sudah punya pacar bahkan ada yang sudah menikah. Lalu jombo bisa apa? (jangan nanya dulu mblo!)


Pada stadium terparah kejombloan sering disangkut pautkan dengan kutukan. Para persekutuan jomblowers harapan bangsa menganggap andil tuhan tak cukup agresif mengangkat derajat mereka dari kefakiran akan cinta. Nasip hati mereka yang masih berada di bawah garis kebahagiaan sering terdoktrin paham-paham radikal dalam meratapi keterasingan dari kata mesra. Jomblo sering merasa tak diberi perlakuan adil oleh hidup. Oh kasihan, oh kasihan, sungguh kasihan (ada nadanya).


Sesungguhnya jomblo bukan kutukan melainkan pilihan dalam keterpaksaan. Keterpaksaan menerima segala kondisi hidup yang jauh dan termarjinalkan dari cinta. Kondisi yang begitu sangat memprihatinkan sebenarnya. Terutama bagi keberlangsungan halusinasi durjana manusia single tanpa cinta.


Padahal jika dianalisa lebih mendalam melalui sarana akal sehat, menjadi jomblo bukanlah bagian dari penderitaan hidup. Karenanya hingga kini tak ada satu negarapun di dunia yang melahirkan undang-undang bagi perlindungan para jomblo. Meski tak memiliki peran penting dipercaturan dunia asmara, jomblo dinilai cukup andil dalam memberi warna kisah kehidupan remaja. Tanpa eksistensi jomblo tentu kebanggaan memiliki pasangan akan terasa hambar dan kurang garam.


Sudahlah, tak usah kita perparah! Jomblo, meski mereka hidup tanpa cinta, tanpa adanya mereka tentu struktur kehidupan dunia asmara tak akan paripurna. Toh semua berawal dari kesendirian. Sebelum tuhan mencipta hawa, sang Adam juga hidup sendiri. Mereka (jombo) teman, sahabat bahkan saudara-saudari kita. Sudah sepantasnya kita ikut turun tangan mengusir overthinking mereka yang belum sampai pada season akhir.


Untuk itu tulisan ini hadir. Menawarkan setitik cahaya terang, pemecah keheningan hati deretan para pelajang. Di angan mereka sudah bersemayam kejenuhan dari keterbelakangan cinta. Kejenuhan yang mencetus hadirnya overthinking dalam skala tak terkira. Mahacinta menyuguhkan solusi apa adanya. Memang tak berstandar nasional apalagi internasional. Namun bahan dasarnya adalah akal sehat yang bersinergi dengan ketulusan.


So, let's check this out!

Cara Mengatasi Overthinking Karena Kelamaan Menjomblo


1. Self Awareness

Self awareness bisa kita artikan kesadaran diri (mawas diri). Mengerti dengan kondisi pribadi serta memegang kendali penuh terhadap kesadaran yang bersumber dari ego pribadi. Self awareness menjadikan kita paham pribadi seperti apa sebenarnya kita. Kelemahan dan kelebihan apa yang tersisa dalam diri.


Self awareness mengarahkan kita untuk menerapkan pola fikir yang lebih realistis. Dengan kesadaran yang ada kita jadi bisa memberi target terhadap pencapaian yang ingin diraih. Tak terkecuali pencapaian dalam urusan perjodohan. Jodoh seperti apa yang layak memberangus kejombloan yang makin kokoh. Jodoh seperti apa yang tak layak bertamu di ruang tamu hati.


Self awareness juga meminjamkan keunggulan dalam penerapan ekspektasi akan calon pasangan hidup. Pengaplikasian harapan yang terlampau tinggi melebihi Himalaya bersumber dari rendahnya pemahaman serta kesadaran akan kualitas diri baik fisik maupun mental. Secara kasat mata dapat kita sebut "ngaca!".


Sudah jelas tampang pasaran, malah berharap berjodoh dengan Anya Geraldine. Gaji senen kamis, pingin punya pacar bak Nia Ramadhani. Hingga lengan orion keseleopun tak bakal terwujud mblo. Harapan maha tinggi seperti itu hanya akan menyengsarakan asa. Tabiat bak katak di dalam ember bekas macam itu hanya akan mempersubur nilai-nilai keabadian dalam menjomblo.


Berekspektasi terlalu tinggi akan mengkamuflase status kesendirian berubah jadi kutukan. Ujung-ujungnya sudah pasti overthinking dosis tepat. Pada level terparah halusinasi akan kian menjadi-jadi. Merasa terasing dari cinta, namun akrab dengan kesunyian. Batin menangis hati tersiksa ulah harapan tak terkelola. Sudahi saja sesegera mungkin angan-angan yang menjulang langit! Syukuri apa yang ada! Hidup pasti memberikan pilihan terbaik selagi kalian mengukur bayang-bayang setinggi badan.


2. Berhenti menargetkan Batas Usia Menikah


Pada kondisi ini, menargetkan waktu untuk menikah bisa diibaratkan bagai dua mata uang logam. Satu sisi target tersebut layak ada untuk membakar semangat meraih kejayaan di hari raya cinta. Namun di lain sisi, memberi batasan pada diri sendiri untuk tak sampai pada tahap usia kedaluarsa untuk menikah tentu akan jadi beban tersendiri bagi hati.


Aku mau menikah di usia dua puluh lima tahun aku harus punya istri atau suami sebelum kepala tiga.

Target menikah di usia yang ideal merupakan dambaan setiap pelajang. Kedepan tentu akan mempermudah rencana mengatur kapan punya momongan, punya rumah sendiri, dan apa-apa serba kepemilikan sendiri. Akan tetapi manusia hanya sebatas rencana dan berusaha. Soal hasil banyak variance penunjangnya. Terutama andil yang maha kuasa.


Yang sering terjadi ternyata target acap meleset dari sasaran tembak. Tambatan hati yang tak kunjung bertemu, pekerjaan yang tak jelas juntrungan, atau paling tragis penolakan dari hati yang belum ingin dipinang menuju perayaan cinta. Adalah sekelumit contoh kenyataan pahit pencetus kegagalan pada target menikah.


Overthinking sudah pasti nyata dan tak terbantahkan. Pertambahan usia timbul menjadi keresahan. Mau apalagi, nyatanya menikah bukan hanya soal kesiapan. Wong yang mau diajak nikah aja belum ada. Lantas, yang pingin melamar juga belum kelihatan batang hidungnya. Overthinking akhirnya berlanjut entah berapa episode, entah berapa season penayangan lagi.


Sudahlah!

Kenapa tak berusaha memantaskan diri saja. Perbaiki segala hutang takdir yang bisa diubah dengan upaya. Menjadi pribadi yang dekat dengan pencipta dan hangat dengan sesama merupakan pilihan jitu menghalau overthinking. Jika sudah akrab dengan upaya ini, kejombloan tak akan lama lagi tinggal kenangan. Jika kamu pantas, tuhan pasti mengkreasi pertemuan. Bisa saja tanpa diduga-duga. Kalau jodoh siapa nyana?


3. Berhenti Mensakralkan Pacaran Dan Ritual Malam Minggu


Kalian mesti tau, penyebab utama overthinking bertahta di hati jomblo adalah rasa cemburu, iri dan sakit hati pada teman yang sudah lebih dulu teregistrasi dalam hubungan cinta alias pacaran. Lalu kekhawatiran hati yang melulu hadir kala malam minggu datang menjelang. "kapan ya aku punya pacar? Kapan waktunya ikut serta dalam perayaan malam minggu?"


Dan segunung pertanyaan-pertanyaan lain yang terlalu sinis pada nasip kesendirian. Padahal antrian mahkluk yang belum punya pacar itu banyak. Padahal yang tak ikut upacara malam minggu itu bukan Kalian saja. Mereka juga resah, mereka juga galau, malu, minder, kesepian dan merasa termarjinalkan dari cinta.



Lalu artinya apa? Sekali lagi jangan tanyakan pada rumput yang bergoyang! Artinya, insan senasip dan sepenanggungan dalam statusisasi kejombloan itu spesiesnya cukup mumpuni dalam jumlah. Jika seandainya kelak jomblo ditempatkan di syurga, maka Kalian tak bakal kesepian. Kalian banyak teman sejawat jurusan hati. Berhentilah jadi manusia terhina!


Pacaran tidak sesakral yang kalian bayangkan. Malam minggu bukan ritual tersyahdu dalam hidup. Ada obat mujarab mengusir itu dari sanubari. Mengejar mimpi dan prestasi. Memupuk bangga di mata orang tua.


Kelak pasti kan datang hari. Cinta tak lagi butuh dikejar dan ditaklukkan. Ia menghiba untuk dimiliki. Ia berharap untuk dipersunting. Kapan masa itu datang? Saat Kalian berkilau dengan prestasi dan saat Kalian nyaris tak ada spasi dengan mimpi.


4. Jodoh Bukan Satu-Satunya Sumber Kebahagiaan Dalam Hidup


Kalian sering overthinking karena terlalu fokus pada pencapaian cinta dengan memiliki jodoh. Jodoh, pacar atau apapunlah sebutannya seolah-olah menjadi satu-satunya media pengusung bahagia. Jodoh jadi target prestasi untuk dibanggakan pada dunia. Padahal yang punya jodoh gak bangga-bangga amat. Mereka hanya bersyukur pada anugerah tuhan.


Apakah tak ada niat berpeluh ria membangun bisnis kecil secara online? Apakah tak ada rencana mencapai karier tertentu? Jika Kalian mulai dari dini, hasilnya kelak tentu tak bakal mengecewakan. Meski, perjuangan pasti tetap dibutuhkan. Maka tak salah memulainya sejak sekarang. Membayangkan kesuksesan di masa depan juga asyik kok!


Dari pada mengkhayal sesuatu yang tak tampak nyata, dilanjut overthinking berlebihan. Lebih bijaksana mencanangkan satu target lain dalam hidup selain jodoh. Jika Kalian sukses, kaya raya bergelimang pujaan, soal jodoh mah gampang. Sekali jentikkan jari dua tiga hati klepek-klepek. Percayalah!


5. Ubah Perspektif


Perspektif merupakan sudut pandang manusia dalam mimilih opini dan kepercayaan. Perspektif paling lazim di pasaran tertuang dalam cara pandang manusia dalam mengartikan makna kebahagiaan dalam hidup. Perspektif tersebut secara garis besar biasanya berisikan muatan finansial dan pekerjaan, kesehatan dan jodoh.


Bagi generasi muda perspektif akan keberhasilan di dunia percintaan merupakan hal lumrah yang sering tersaji. Bahagia diartikan sebagai sebuah kondisi dimana orang tersebut memiliki pasangan. Jika belum, maka di mata anak muda bahagia masih dinilai menunggak.


Sebenarnya ada sebuah perspektif yang bisa dikembangkan. Dimana nasip kejombloan memiliki nilai lebih dalam konteks bahagia dan kebebasan. Menjomblo tak akan menemui aral untuk dekat dan bergaul dengan siapa saja. Jomblo punya peluang besar memperluars garis koordinat circle pertemanan.


Jomblo juga tak perlu penat memikul beban hati yang mesti tunduk pada aturan-aturan cinta beserta dunia asmara. Jomblo tak perlu menjaga sikap agar tak ada hati yang tersakiti. Jomblo tak perlu ijin dari siapapun untuk kenal dan dekat dengan sebuah hati. Jomblo tak perlu pura-pura rindu, pura-pura nyaman dan segala hal yang berbau kepura-puraan.


Jomblo hanya kalah dalam nasip percintaan, namun menang banyak dalam pertemanan dan keluarga. Jomblo punya banyak waktu mengibur diri dalam canda renyah pertemanan. Jomblo banyak peluang dekat dengan keluarga. Dan jomblo tak perlu memikirkan anggaran untuk mendanai kencan yang belum tentu tulus bagi perjodohan.


Jadi tak merugi amat dong jadi jomblo? Saat jomblo dikelilingi teman yang selalu menguatkan, keluarga yang selalu menasehati, overthinking bisa apa? Ia hanya bisa berlalu dengan segera tanpa sebut gelar tanpa sebut nama. Goodbye overthinking.






M💕💕E💕💕S








Share this:

Komentar

  1. Kalau malu karena dikatain jomblo, bilang aja semua akan menikah pada waktunya.. haha :D

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

12 Rahasia Pria Yang Jarang Diketahui Wanita

Apa Itu Stashing Dalam Hubungan Kenali Tanda-Tandanya

Kejantanan Pria Dapat Diukur Dengan 5 Hal Ini