Menikah Tanpa Pacaran? So What?
Tujuan utama program imperealisme rasa adalah pembentukan koloni hati ataupun persekutuan cinta dan diakhiri pendudukan tahta kursi pelaminan penuh kedaulatan serta berkeadilan dalam komitmen. Program ini cukup unggulan di hasrat kaum pejuang mimpi maupun golongan para pencari jodoh. Lalu, apa pasal bila unifikasi dua hati teroptimasi setelah restu orang tua. Ya, pacaran setelah menikah, bisakah? Menikah tanpa proses pacaran, mungkinkah?
Lazimnya, permulaan ikatan cinta diawali saling kenal. Berganti nomor seluler, alamat sosial media hingga alamat rumah. Selanjutnya melewati proses penjajakan, pendekatan, hingga sampai pada tahap mengungkapkan ketertarikan hati.
Pilihan tersisa kini hanya dua. Diterima sebagai pacar bin kekasih atau ditolak seraya disematkan gelar sahabat selamanya.
Dia yang ditolak bersiap menyelimuti mimpi. Nasip cintanya bertepuk sebelah tangan. Nyatanya cinta tak pernah buta.
Dia yang diterima bersiap menyemai mimpi. Mengalirkan seluruh hasrat dan nafsu, membimbing tangan kekasih hingga menjemput hari raya cinta. Tema cinta lalu teraplikasi dalam kata PACARAN.
Pacaran merupakan tradisi manusia modern dalam paradigma menemukan kecocokan sebelum piagam pernikahan. Durasinya bisa sepanjang jalan namun bisa sesingkat ingatan. Pacaran jadi menu wajib di daftar hidangan jodoh. Memilih seraya mencari kesamaan rasa, terutama rasa terhadap cinta.
Program tak bersifat tandingan juga hadir meramaikan khasanah perjodohan. Paradigma tak pernah usang bertajuk taaruf. Ia dianggap metoda paling elegan dengan kadar kemuliaan tinggi bagi dunia pergaulan.
Taaruf tak berbekal pendekatan dua insan pembawa cinta, melainkan lebih kepada menjalin sinergi antara dua keluarga dalam bingkai perjodohan menuju pernikahan.
Taaruf dinilai menjauhkan muda-mudi dari pacaran berprospek zina. Sebagai sarana yang objektif dalam melakukan pengenalan dan pendekatan, taaruf berbeda dengan pacaran. Taaruf secara syar'i diperintahkan oleh Nabi Muhammad bagi pasangan yang ingin menikah.
Perbedaan antara pacaran dengan taaruf adalah dari segi tujuan dan manfaat. Menurut Islam, pacaran dianggap sebagai kesenangan yang tidak berlangsung lama, dan dianggap jalan menuju perbuatan zina dan maksiat.
Lalu hadirlah pro kontra tentang ajaran pacaran setelah menikah. Banyak yang mendukung namun banyak juga kaum pencibirnya. Mahacinta hadir di tengah-tengah. Melihat dari sudut pandang paling netral. Menyajikan fakta seimbang, agar tak bias apalagi menyesatkan.
So, let's check this out!
Pro Kontra Menikah Tanpa Pacaran
Bila ditilik dari dua sudut pandang berbeda, hadirnya prokontra tetap saja tak pernah menemukan titik terang solusi. Dua kerangka berfikir yang terlalu kontradiktif hadir tak bisa ditengahi. Mereka terlalu kuat berpegang teguh pada keyakinan. Makanya hingga kini pro kontra itu tetap hadir, meski di tengah pesatnya perubahan.
Kita mulaikan saja, ini dia.
Pro Menikah Tanpa Pacaran
Golongan pendukung aksi menikah tanpa pacaran status mereka adalah penyambung lidah agama sebagai sumber kebenaran. Pacaran jelas dinilai haram berhubung implementasinya sarat muatan nafsu berpeluang perzinaan.
Ajaran islam melarang pacaran walau dilakukan tanpa hubungan badan. Islam melarang karena tradisi pacaran dianggap mendekati zina. Dalilnya jelas, Allah Ta'ala berfirman :
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS. Al Isro’ [17] : 32)
Dilansir dari bridestry.com. Zoya Amirin M.Psi., FIAS seorang psikolog dan pakar seksologi berpendapat, "mereka yang menjalani taaruf cenderung memiliki kepribadian yang kalem sehingga dalam rumah tangganya pun tidak terlalu fluktuatif." Sehingga pasangan yang menikah tanpa pacaran akan langgeng dalam berumah tangga. Hal ini dipengaruhi karakter tenang dan selalu fokus pada prinsip yang dipegangnya, baik dalam hal agama maupun tradisi.
Hal-Hal Positif Dari Menikah Tanpa Pacaran
1. Lebih Fokus Pada Masa Depan Ketimbang Masa Lalu
Kalimat kuncinya hanyalah saling menerima masa lalu. Para pasangan penggiat tipe hubungan ini cenderung fokus membangun masa depan. Hal ini terbina sejak awal menjalani proses taaruf.
Kita sebut saja sebagai contoh pasangan muda taaruf Dinda Hauw dan Rey Mbayang. Pasangan ini di chanel youtubenya pernah menyampaikan bahwa mereka telah sama-sama terbuka dan menerima masa lalu masing-masing sejak awal. Sehingga merekapun lebih fokus untuk merencanakan serta merancang masa depan.
Kalian boleh tiru gaya relationship mereka, atau satu opsi relationship goals versi mahacinta.
2. Cinta Teraplikasi Dalam balutan Ibadah Dan Tradisi
Tolak ukur utamanya adalah agama. Pacaran bagi golongan ini sangat bertentangan dengan agama. Seperti disampaikan tadi, pacaran cenderung dekat dengan zina dan persetubuhan.
Maraknya kebebasan ditawarkan pesatnya kemajuan zaman, kian melunturkan nilai-nilai luhur ajaran agama serta tradisi ketimuran. Tak dapat dipungkiri generasi muda kian hari kian akrab dengan yang namanya seks sebelum nikah, pergaulan bebas maupun faham baru berjuluk Friends With Benefits (FWB).
Resiko mengintai tentu tak sebanding dengan parahnya kerusakan moral. Pacaran setelah menikah dinggap mampu menjawab permasalahan tersebut. Jauh dari pergaulan bebas, jauh dari seks bebas tentu lebih bermoral dan beretika.
3. Lebih Romatis
Melewati masa pacaran lalu menikah secara sah tak serta merta tersisip kerugian di dalamnya. Tak eksis juga lahirnya pengungkungan terhadap rindu. Masa penjajakan cinta tak mesti harus ada bila ranahnya belumlah memiliki legalitas.
Tapi, sebelum menikah kita kan mesti kenal dulu A sampai Z calon pendamping hidup? Apa jadinya pernikahan bila merasa saling asing? Disitulah fungsinya komitmen di awal taarufan. Jika di awal telah sama-sama menerima kesalahan masa lalu, lalu saling sepakat merintis masa depan, so what!
4. Terhindar Dari Semua Dampak Buruk Pacaran
Selain berpotensi perzinaan, masih ada dampak negatif dari pacaran, antara lain:
- Perzinaan
- Penyakit Menular Seksual (PMS)
- Munafik
- Terlalu berangan-angan
- Mengurangi produktifitas
- Bisa merusak silaturrahmi
- Kekerasan Dalam Pacaran (KDP)
- Boros, baik waktu maupun keuangan
Semua resiko diatas dapat dihindari bila melewatkan masa pacaran. Tapi masa muda identik dengan hura-hura? Kapan dong menikmati indahnya masa muda? Keindahan masa muda tak melulu soal cinta-cintaan. Pertemanan juga menyumbang kemeriahan bagi hati dengan kadar tinggi.
Kontra Menikah Tanpa Pacaran
Pada umumnya generasi muda abad ini yakin dan percaya bahwa pernikahan mesti dilewati via jalan pacaran. Pacaran dianggap fase pengenalan kepribadian secara mendalam calon suami atau istri.
Gak pacaran bahkan bisa terjerat diksi gak gaul. Apalagi melegalkan sistem perjodohan, seratus persen dianugerahi gelar ketinggalan zaman. Malewati masa pacaran dianggap merugi, setara kerugian perang dunia ke dua ^wkwkckk
Bagi kaum berpacaran di logika mereka tertera istilah rindu, malam mingguan, kencan dan candle light dinner. Semua itu beraroma candu menggelorakan hasrat jiwa muda penuh nafsu.
Banyak cerita mesti diulas saat kencan. Rancangan langkah-langkah kedepan terdiskusikan penuh kemesraan. Romantika nan terjalin melambungkan angan, mengangkat derajat keagungan cinta hingga dunia serasa indah tak berbanding.
Nilai Lebih Pacaran Sebelum Menikah
1. Lebih Mengenal Kepribadian Calon Pasangan
Nilai lebih ini tak dapat terbantahkan. Tapi jangan harap Kalian bisa mengenal pribadi calon pasangan hingga 100%. Kecenderungan masa pacaran meski dilalui seserius mungkin, tetap menyisakan sikap menyembunyikan perilaku. Terutama perilaku buruk.
Masa pacaran tersaji dominan pada fase-fase indah saja. Tak jarang para kekasih menyembunyikan tabiat buruk demi terhindar dari kata putus.
Hati yang lagi dimabuk cinta tetap menaruh percaya di sikap kekasih. Hegemoni cinta mengkamuflasekan sak prasangka, agar semua tetap tampak indah penuh warna.
2. Mengeliminasi Ketidakcocokan
Salah satu nilai lebih lain berpacaran sebelum menikah adalah mendapatkan peluang waktu untuk menilai kecocokan bahkan kadar jodoh. Fase ini biasanya tergambar dari pacaran yang sudah melewati waktu tidak sedikit.
Apakah si dia calon suami atau istri yang baik. Mungkinkah si dia bukan jodoh yang tepat sesuai selera. Dia bisa saja jodoh tak baik. Perangainya tak mengambarkan apa-apa. Atau, Kamu pacaran selama ini cuma jagain jodoh orang. Semua kemungkinan dapat dinilai serta dieliminasi di fase ini. Manfaatnya cukup mumpuni meyakinkan hati sebelum datangnya lamaran.
3. Belajar Mengatasi Masalah Dan Mengambil Keputusan Untuk Berdua
Meski belum memasuki jalur resmi sebuah hubungan, pacaran dinilai mampu dijadikan proses pembelajaran tahap awal dalam mengatasi masalah serta mengambil keputusan bersama.
Pendeknya, pacaran dapat didaulat jadi arena latihan. Melatih mental menghadapi masalah ataupun prahara kecil-kecilan. Serta melatih kebersamaan pencetus keputusan bersama. Terutama keputusan meraih mimpi merayakan cinta.
5. Memiliki Peluang Menyamakan Visi Kedepan
Jika serius pacaran menuju jalur pernikahan, hal utama dan paling mendesak tentu saja menyamakan visi kedepan. Bagaimana kelak kehidupan setelah berumah tangga, rencana memiliki momongan, rumah beserta harta benda lainnya. Semua dapat terakselerasi secara sempurna lewat pacaran yang bertanggung jawab.
Semua rencana harus rancangan berdua. Tak ada monopoli ataupun pemaksaan kehendak sepihak. Tujuannya jelas, tercapainya visi yang sama, selaras dan seimbang. Di depan sana biduk rumah tangga menunggu pengayuh dayungnya. Mereka yang satu visi, satu misi, bahkan satu mimpi.
5. Mengetahui Tingkat Kemapan Calon Pasangan
Para ciwi-ciwi tentu sangat memprioritaskan ini. Membangun rumah tangga mana bisa hanya bermodal cinta. Hidup mesti realistis. Sandang pangan merupakan kebutuhan mutlak untuk hidup. Hidup tak akan berjalan bila makan cinta dan rayuan gombal.
Belum lagi rencana besar memiliki properti pribadi, anak, hingga tabungan bersama. Semua tentu butuh angka-angka finansial pembeli mimpi. Tingkat kemapaman chart teratas pengumpul harapan. Harapan jangka pendek hingga hari tua kelak. Memiliki kemapaman tak boleh terelakkan dari dunia para pejantan. Setidak-tidaknya berusaha merambah jalan menuju ke arah itu.
Pernikahan merupakan pembentukan chapter baru dari keluarga besar asal pelajang. Pernikahan sungguh sangat sakral karena tertaut tradisi dan religi. Pernikahan bukan hanya untuk dilalui sesaat, dari malam hingga pagi. Tapi ia butuh diarungi hingga rambut sama-sama memutih.
Pernikahan dilalui lewat atau tanpa proses pacaran tak akan mengurangi keagungannya. Pernikahan itu mulia bahkan disunnahkan. Keberlangsungan hidup umat manusia berawal dari lembaga suci ini.
Tak penting-penting amat menjadikan pernikahan tanpa pacaran menjadi polemik apalagi berkepanjangan. Kebebasan memilih merupakan hak azasi setiap insan. Tak terkecuali kebebasan memilih berpacaran sebelum ataupun sesudah menikah.
Semoga fakta tersaji kurasa cukup bagi Kalian untuk menilai. Semoga kita semua dianugerahi jodoh terbaik atas undangan tuhan.
Kalau yidak siap. Sebaiknya jangan Mas.
BalasHapusMenikah tanoa oacaran emang benar dalam satu keyakinan.
Tapi kesiapan dari seluruh sisi harus matang dulu sebelum memutuskan untuk menikah tanpa pacaran.
Setuju mas bro.
HapusApapun itu asal dari bro unchu aku setuju. Valid no debat
Saya setuju untuk menerima... Sampe yg terburukpun. Nah maslhnya nih, dianya suka ungkit2 hal yg dia aja ga ada dimasa itu.. itupun setelah berjalan 3 bln merit ga pake pacaran. 🤣 Jadi curcol kan ..
HapusAda 1 hal yg paling penting.. latar belakang itu setidaknya kita harus tau ... Bagaimana hubungan pasangan dikeluarganya. Krn kalo sama keluarga bermaslh , otomatis kita kena dampak nya.. kita sering dijadiin pelampiasan . Krn mgkn dia dikeluarganya ga dipercaya. Kita yg udh selurus mungkin ada aja terkena maslh dr dianya. Entah itu negatif tingkingnya..
BalasHapusBoleh nikah ga pake pacaran tapi tetep ya harus tau bagaimana dia dgn pekerjaan , keluarga dan teman2 ya.. yg terpenting bagaimana dia dgn Tuhannya..
Cape loh seiman ga seamin
Btw .. tulisannya bagus ❤️